Aktivitas penambangan emas tanpa izin di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, baru-baru ini terkuak dan menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Dalam kasus ini, warga negara asing asal China (YH) menjadi pelaku utama. Modus yang digunakan dan dampak dari tambang ilegal ini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Ketapang.

Kerugian Negara Akibat Tambang Ilegal

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa kegiatan tambang emas tanpa izin yang dilakukan YH telah menimbulkan kerugian hingga Rp 1,02 triliun. Angka kerugian ini dihitung dari hilangnya cadangan emas sebesar 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg. Fakta ini terungkap dalam persidangan pada 29 Agustus 2024 di Ketapang.

Dari penyelidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap bahwa volume batuan bijih emas yang sudah tergali mencapai 2.687,4 meter kubik. Batuan ini berasal dari wilayah antara dua perusahaan tambang emas, PT BRT dan PT SPM, yang seharusnya masih dalam tahap pemeliharaan karena belum memiliki persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk produksi periode 2024-2026.

Modus Operandi Penambangan Ilegal

YH melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel yang ada di wilayah tambang berizin. Lubang yang seharusnya dipelihara malah digunakan untuk penambangan ilegal. Setelah emas diperoleh, dilakukan pemurnian di lokasi, dan hasilnya dijual dalam bentuk ore atau bullion emas.

Dalam proses penambangan tersebut, YH juga menggunakan merkuri (Hg) untuk memisahkan emas dari mineral lain. Hasil pengujian sampel olahan menunjukkan kandungan merkuri yang cukup tinggi, yaitu sebesar 41,35 mg/kg. Kandungan merkuri yang tinggi ini juga mengindikasikan bahwa penambangan ilegal tersebut tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan.

Kadar Emas Tinggi di Lokasi Tambang

Dari hasil uji sampel, diketahui bahwa kadar emas di lokasi tambang ilegal tersebut sangat tinggi. Sampel batuan bijih mengandung emas sebesar 136 gram per ton, sementara sampel batu yang sudah tergiling mengandung emas sebanyak 337 gram per ton. Tingginya kadar emas ini menunjukkan potensi besar yang dieksploitasi secara ilegal oleh pelaku.

Proses Hukum yang Sedang Berjalan

YH, sebagai pelaku utama dalam kasus tambang emas ilegal ini, dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Ia terancam hukuman penjara selama lima tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Sidang masih terus berlangsung dengan beberapa tahapan, termasuk kesaksian dari pihak penasihat hukum dan pembacaan tuntutan pidana.

Pengadilan Negeri Ketapang juga tengah mengembangkan perkara ini untuk mengetahui apakah ada pelanggaran lain yang dilakukan oleh YH dan pihak terkait lainnya. Kejaksaan Negeri Ketapang juga terus mendalami kasus ini untuk menuntaskan pelanggaran hukum yang terjadi.

Dampak Lingkungan dari Penggunaan Merkuri

Salah satu fakta yang mencuat dalam persidangan adalah penggunaan merkuri dalam proses pemisahan emas. Penggunaan merkuri dalam aktivitas penambangan emas ilegal tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga menimbulkan dampak lingkungan yang serius. Merkuri, bahan kimia beracun, bisa mencemari air tanah dan merusak ekosistem di sekitar lokasi tambang.

Kasus tambang emas ilegal ini memberikan pelajaran penting bagi pemerintah dan masyarakat mengenai pentingnya pengawasan terhadap aktivitas pertambangan, serta potensi kerusakan yang bisa terjadi akibat praktik penambangan yang tidak sesuai dengan peraturan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *